Sejarah Bengkulu pada Masa Kolonial

Bengkulu menjadi salah satu provinsi yang berada di Sumatera. Tidak banyak yang mencatat sejarah dan perkembangan Bengkulu selama penjajahan masa kolonial. Padahal ada banyak sekali kisah menarik di dalamnya yang bisa dikupas secara lebih dalam. 

Pada masa pra-Islam, masyarakat di Bengkulu mayoritas diisi oleh suku bangsa Neo-Malayan. Bagian suku bangsa itu antara lain: suku Rejang (Rejang Lebong dan Bengkulu Utara), Serawai / Pasemah (Bengkulu Selatan), Kaur (Bintuhan), Lembak di Kota Bengkulu dan sekitar Kepala Curup). Bengkulu (Kota Bengkulu) dan suku Katahun (Muko-muko).

Wah menarik sekali bukan? Yuk simak ulasan sejarah dan perkembangan Bengkulu berikut!

Bengkulu pada Awal Kedatangan Islam

Islam masuk ke Bengkulu pada abad XV melalui Pulau Jawa. Perang Bengkulu-Aceh terjadi dua kali pada abad XVI dan XVII. Kesultanan-kesultanan di Bengkulu ketika itu: Selebar, Sungai Limau, dan Anak Sungai. Armada Aceh membuka serangan ke Selebar. 

Kapal induk Aceh menunggu di laut bersama induk pasukan, sedangkan kapal-kapal yang lebih kecil memasuki Sungai Serut. Pihak Selebar mampu menahan serangan itu karena menutup Sungai Serut dengan rintangan sehingga kapal induk Aceh tidak mampu memberi bantuan pada pasukannya yang lebih dahulu masuk.

Kolonialisme di Bengkulu

Sejarah mencatat kedatangan kolonial di Bengkulu pada tahun 1664. Di masa itu, VOC mendirikan perwakilan di Bengkulu, namun enam tahun kemudian Belanda menutup sementara kantornya dan dibuka kembali tahun 1824.

Setelah itu, pada 24 Juni 1685 Inggris masuk ke Bengkulu, namun mereka mendarat di Pulau Tikus ( 1 km dari kota pusat kota Bengkulu) dan disambut oleh agen niaganya. Mereka tidak masuk ke pelabuhan Selebar (daerah Pulau Baai) karena kapal Sultan Banten dan kapal Belanda sedang bersandar di sana.

Setelah cukup lama menduduki Bengkulu, kemudian di 16 Agustus 1695 ada Perjanjian Inggris – Bengkulu ditandatangani. Isinya monopoli lada, izin membangun loji, dan mengadili penduduk yang berbuat salah. Inggris terus memperluas wilayahnya sampai ke Muko-muko.

Memasuki tahun 1692, Inggris mendirikan pos di Triamang, Lais, Ketahun, Ipuh, Bantal, Seblat (1700), selanjutnya Pada tahun 1701 mereka memperluas daerah ke arah Seluma, Manna, Kaur, dan Krui.

Di tahun 1718 Inggris membangun benteng Marlborough, sebelumnya sudah didirikan benteng York. Rakyat Bengkulu merupakan ancaman bagi Inggris. Di Bantal, Muko-muko, pemberontakan rakyat dipimpin Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman. Itu sebabnya Inggris merasa perlu membangun benteng tersebut. Pemberontakan itu (1719) membuat Inggris kawatir dan akhirnya meninggalkan Bengkulu.

Tak lama setelah itu, memasuki tahun 1724 Inggris kembali lagi. Dengan perjanjian yang lebih lunak yang di tanda tangani pada 17 April 1724. Dalam kurun waktu 69 tahun, tepatnya pada 15 Desember 1793 Captain Hamilton, pimpinan Angkatan Laut Inggris dibunuh rakyat Bengkulu. Dan pada 1807 rakyat Bengkulu kembali membunuh Residen Thomas Parr.

Di tahun 17 Maret 1824 Traktaat London (Perjanjian London) yang berisikan pertukaran daerah koloni antara Inggris dan Belanda. Tercantum, Bengkulu diserahkan kepada Belanda oleh Inggris dan Belanda menyerahkan Singapura kepada Inggris.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Provinsi Bengkulu juga mempunyai peranan yang menonjol. Menurut catatan Prof. DR. Haji Abdullah Siddik (Sejarah Bengkulu: 1500-1990, Balai Pustaka, 1996), di era penjajahan, Bengkulu sudah menyita perhatian negara-negara kolonilis Barat, terutama karena hasil buminya yang melimpah. Tahun 1511 para pedagang Eropa terutama Inggris dan Belanda mulai ramai melakukan pelayaran menyusuri pantai Barat Sumatera dari Aceh, melalui Selatan Sunda lalu ke Banten.

Kemudian di Tahun 1685, dengan alasan perluasan kebun lada Inggris mulai menetap di Bengkulu. Saat itulah dimulai era tanam paksa lada terhadap rakyat. Tercatat, Inggris bertahan selama 139 tahun di Bengkulu. 

Penderitaan rakyat Bengkulu terus berlanjut dengan peralihan kekuasaan dari Inggris kepada Belanda, tahun 1724, sebagai konsekwensi perjanjian mereka (Traktat London). Bahkan kekejaman penjajah memuncak saat Jepang menguasai Tanah Air.

Pendudukan tanpa rasa kemanusiaan itu tidak hanya melahirkan penderitaan bagi rakyat. Tapi juga membangkitkan perlawanan akibat telah diinjak-injaknya nilai luhur dan tradisi luhur masyarakat sekitar. 

Lebih seabad kemudian, aksi heroik menentang penjajahan masih terus bisa disaksikan. Sumbangsih rakyat Bengkulu terhadap kemerdekaan Indonesia tidak bisa begitu saja dihilangkan. Termasuk dalam periode mempertahankan kemerdekaan.

Demikian tadib berita Bengkulu tentang sejarah Bengkulu di masa pendudukan pemerintahan Hindia Belanda. Semoga bermanfaat!